Kabupaten Padang Pariaman memiliki kekayaan budaya yang tidak hanya terlihat dari bangunan fisik atau peninggalan sejarah, tetapi juga dari warisan budaya tak benda yang hidup dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Tradisi lisan, seni pertunjukan, upacara adat, hingga kuliner khas menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas lokal yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang.
Warisan ini mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, adat basandi syarak, serta kearifan lokal Minangkabau yang kuat. Melalui pelestarian dan pengenalan terhadap WBTB, Padang Pariaman berkomitmen menjaga jati diri budaya daerah di tengah arus modernisasi, sekaligus membuka peluang pengembangan sektor pendidikan budaya dan pariwisata berbasis kearifan lokal.
Randai adalah seni pertunjukan tradisional Minangkabau yang menggabungkan teater, tari, musik, dan silat. Di Padang Pariaman, randai masih aktif dipentaskan di beberapa nagari, terutama dalam upacara adat dan perayaan nagari. Randai menyampaikan nilai-nilai moral, sejarah lokal, serta pendidikan karakter lewat cerita yang dibawakan secara kolaboratif.
Sementara itu, silek (silat tradisional Minangkabau) juga menjadi warisan yang terus dilestarikan, tidak hanya sebagai bela diri, tetapi juga sebagai bagian dari pendidikan budaya. Banyak surau di nagari masih menjadi tempat belajar silek malam hari, menjadikannya bagian dari kehidupan sosial remaja Minang.
Keberadaan Randai dan Silek Minang telah ditetapkan sebagai WBTB oleh Kemendikbud RI. Ini menjadi pengakuan atas kekayaan tradisi Padang Pariaman yang perlu dijaga dan diwariskan lintas generasi.
Tradisi lisan seperti kaba (cerita rakyat), pantun adat, dan dendang pauah masih hidup dalam interaksi sosial dan budaya masyarakat Padang Pariaman. Kaba biasanya disampaikan oleh tukang kaba dalam bentuk narasi panjang berisi petuah, sejarah, atau legenda nagari.
Pantun adat disampaikan dalam berbagai acara formal seperti batagak penghulu, pernikahan adat, atau musyawarah. Sementara dendang pauah adalah bentuk nyanyian tradisional berirama lambat yang sarat emosi dan makna.
Tradisi lisan ini berfungsi sebagai media pendidikan informal dan penguat identitas budaya Minangkabau. Di beberapa sekolah dan sanggar, pelestarian tradisi lisan ini mulai diajarkan kembali kepada generasi muda.
Upacara adat seperti batagak penghulu, turun mandi bayi, mambantai kabau, dan arak jamba masih dijalankan oleh masyarakat di beberapa nagari. Prosesi ini melibatkan komunitas adat, tokoh masyarakat, dan unsur pemuda dalam bentuk perayaan yang sakral dan meriah.
Setiap upacara adat mengandung nilai filosofis, struktur sosial, dan norma adat Minang yang diwariskan secara turun-temurun. Upacara tersebut tidak hanya memperkuat jalinan sosial, tetapi juga menjadi daya tarik budaya yang khas dari Padang Pariaman.
Pemerintah daerah mendukung pelestarian upacara adat ini melalui pembinaan lembaga adat dan dokumentasi budaya agar tetap hidup dan tidak punah oleh modernisasi.
Kuliner khas Padang Pariaman seperti sala lauak, pinyaram, kalamai, dan gulai kapalo lauak bukan sekadar makanan, melainkan warisan budaya yang menyatu dengan tradisi lisan dan ritual adat. Resepnya diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi dalam keluarga atau kelompok perempuan nagari.
Kuliner ini biasanya disajikan pada acara adat, lebaran, atau kenduri sebagai bagian dari filosofi "makan bersama" dalam kebudayaan Minang. Beberapa di antaranya juga dijual di pasar tradisional dan menjadi oleh-oleh khas Padang Pariaman.
Pelestarian kuliner tradisional dilakukan oleh komunitas UMKM, Pokdarwis, dan pegiat budaya melalui pelatihan, festival kuliner, dan digitalisasi resep agar tetap relevan dan dikenal lebih luas.
Sometimes when you innovate, you make mistakes. It is best to admit them quickly, and get on with improving your other innovations.